Keterangan foto: Staf
dinas peternakan Kab. Aceh Besar menyeberangi sungai Krueng Jreue di Kec.
Indrapuri, Kab.Aceh Besar
Banda Aceh - Koordinasi merupakan hal yang mudah diucapkan dan ditulis di atas kertas, namun pelaksanaannya tidaklah mudah dan seringkali menghadapi berbagai tantangan. Hal ini umumnya yang dirasakan mereka yang duduk di wadah dan forum koordinasi, tidak terkecuali Provinsi Aceh.
UU No 7 Tahun 2004 Sumber Daya Air (SDA), mengamanatkan adanya keterpaduan lintas sektor dalam pengelolaan SDA. Untuk itu dibutuhkan wadah koordinasi dalam bidang pengelolaan SDA yang mendorong terbentuknya Dewan SDA di tingkat nasional dan provinsi. Selain itu juga adanya Tim Koordinasi Pengelolaan SDA (TKPSDA) di Wilayah Sungai.
Sumber: http://pengairan.acehprov.go.id/uploads/81.jpg
Keterangan foto: Muara di kawasan Alue Naga yang menjadi lokasi wisata, Banda Aceh
Keterangan foto: Air terjun yang digunakan sebagai pembangkit tenaga listrik (mini-hydro) yang dapat memenuhi kebutuhan listrik untuk sekitar 100 KK di desa sekitar dengan biaya pemakaian per bulan antara Rp 30-50 ribu tergantung pemakaian. Kecamatan Lhong, Kab.Aceh Besa
Sesuai dengan Keputusan Presiden No 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai (WS), ada 9 WS di Provinsi Aceh dengan pembagian sebagai berikut. Untuk WS yang termasuk WS strategis nasional dengan kewenangan pusat yaitu (1) WS Aceh-Meureudu, (2) WS Jambo Aye dan (3) WS Woyla-Bateue. WS lintas provinsi yaitu (4) WS Alas-Singkil. Untuk WS lintas kabupaten/kota yaitu (5) WS Pase-Peusangan, (6) WS Tamiang-Langsa, (7) WS Teunom-Lambesoi dan (8) WS Baru-Kluet serta WS kabupaten/kota yaitu (9) WS Pulau Simeulue.
“Dari 9 WS di Provinsi Aceh, sudah 7 WS yang terbentuk TKPSDA-nya. Semoga TKPSDA WS Alas-Singkil dan WS Pulau Simeulue dapat terbentuk tahun ini” kata Ir. Syamsurizal, Kepala Dinas Pengairan Aceh yang juga merupakan Ketua Harian Dewan SDA Aceh, yang baru menduduki posisi ini pada Oktober 2014 lalu.
Keterangan foto: Ir. Syamsurizal, Kepala Dinas Pengairan Aceh
Untuk pembagian kewenangan penanganan wilayah sungai ini, menurut Syamsurizal, tantangan di lapangan adalah masyarakat tidak peduli siapa yang berwenang, apakah itu pusat atau provinsi. Begitu ada masalah dengan bendungan atau saluran irigasi yang rusak, masyarakat biasanya langsung menghubungi Dinas Pengairan Provinsi dan menuntut agar kerusakan segera diperbaiki.
“Kami berusaha terus meningkatkan komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah pusat terkait penanganan segera di wilayah sungai yang merupakan kewenangan pusat. Sedangkan untuk koordinasi di tingkat provinsi, kami ingin dan akan terus meningkatkan sinergi dan koordinasi lintas sektor di bidang pengelolaan SDA”
Menurut Syamsurizal, koordinasi dan komunikasi tidak boleh berhenti di tataran pertemuan dan sidang Dewan SDA atau TKPSDA saja.
“Sidang dan pertemuan itu waktunya terbatas, sedangkan banyak permasalahan yang harus ditangani. Intinya kita harus kompak dalam menangani persoalan di bidang pengelolaan SDA, bagaimana pemerintah bisa bersinergi dengan pemangku kepentingan lain di luar pemerintah agar semua masalah dapat teratasi” jelas Syamsurizal.
Berprestasi di Tengah Keterbatasan
Keterangan foto:
(kiri) Ir. Bambang Riswardi, M.Eng dan (kanan) Ir. H.M Supriatno, ST, MP
Sementara itu Ir. H.M Supriatno, ST, MP, Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan Pengairan Dinas Pengairan Aceh, mengingat pengalamannya ketika masih bertugas di BWS Sumatera 1. Ketika itu Supriatno sebagai PPK bertanggungjawab untuk merintis berdirinya Dewan SDA dan TKPSDA.
“Tahun 2009, belum ada petunjuk teknis dan pedoman lengkap seperti sekarang. Ketika harus membuat TKPSDA Jambo Aye, kami di sini masih bingung. Jangankan TKPSDA-nya, Dewan SDA-nya sebagai induk wadah koordinasi di provinsi pun belum ada”.
Supriatno tidak lantas menyerah. Bersama-sama dengan rekan-rekannya di BWS, Dinas Pengairan dan instansi lainnya, mereka melakukan pertemuan-pertemuan koordinasi dan mencoba mempelajari peraturan-peraturan yang ada terkait pembentukan Dewan SDA, TKPSDA, sekretariat dan lain sebagainya.
Tantangan lainnya ketika membuat pengumuman di media massa untuk perekrutan anggota Dewan SDA dan TKPSDA, sangat sedikit yang mendaftar. Akhirnya Supriatno dan rekan-rekannya berinisiatif melakukan pendekatan “jemput bola”, terutama ketika merekrut anggota dari unsur pemerintah.
“Kami berbagi daftar mitra non-pemerintah di masing-masing lembaga,melihat kuoata yang ada dan melakukan pendekatan sesuai dengan lima pilar bidang pengelolaan SDA. Karena kalau hanya menunggu pendaftaran yang masuk, bisa-bisa tidak selesai” cerita Supriatno.
Hal lainnya yang dilakukan oleh Supriatno dan rekan-rekannya di dalam menentukan perwakilan lembaga pemerintah adalah dengan berpedoman pada Peraturan Menteri PU.
“Jika di dalam WS tersebut ada lima kabupaten maka kita bisa memilih satu perwakilan saja. Lalu disitu kita melihat posisi kabupaten itu ada di mana, apakah di hulu, tengah atau hilir sungai? Misalnya kalau di hulu sungai, maka Dinas Kehutanan harus masuk, atau jika ada di tengah dan hilir, maka Dinas Pertanian harus masuk, ya pendekatan semacam itulah kita lakukan di tengah keterbatasan pada saat itu” kata Supriatno berbagi tips.
Hasilnya tidak sia-sia, WS Jambo Aye terpilih menjadi juara Harapan 2 untuk pemilihan TKPSDA terbaik di Indonesia pada tahun 2013 lalu.
Tantangan dan Peluang
Keterangan foto: Ir. M.Hidayat, MM, Hartati Husni, ST, Murdaliza dan Ir.Teuku Muhammad Zulfikar, M.P di Sekretariat Dewan SDA Aceh, Banda Aceh
Keterangan foto: Ir.
Anggria Zultina Rosa, MM
Wadah koordinasi dalam pengelolaan SDA di Provinsi Aceh ini memiliki tantangan dan peluangnya tersendiri. Beberapa tantangan yang dihadapi adalah masalah pemahaman anggota Dewan SDA dan TKPSDA terhadap forum itu sendiri termasuk tugas dan tanggungjawabnya. Seringkali forum koordinasi ini dianggap bukan prioritas, sehingga kehadiran anggota dalam pertemuan seringkali berganti-ganti. Hal ini terjadi di anggota dari unsur pemerintah. Sedangkan dari unsur non-pemerintah, forum ini masih dianggap sebagai tempat untuk mencari proyek atau sumber pendanaan bagi kegiatan organisasinya.
“Padahal yang duduk di Dewan SDA dan TKPSDA itu tugasnya merumuskan kebijakan yang nantinya menjadi acuan dalam program pembangunan pengelolaan SDA di Provinsi Aceh dan anggotanya juga para pelaksana kegiatan di institusi masing-masing. Untuk mengatasi tantangan ini, kami terus melakukan pembekalan dan sosialisasi” kata Ir. M.Hidayat, MM, Kepala Dinas UPTD Wilayah 1 Dinas Pengairan Aceh. Hidayat juga memegang jabatan fungsional sebagai Kepala Sekretariat Dewan SDA Aceh dan Kepala Sekretariat TKPSDA WS.Teunom-Lambesoi.
“Forum koordinasi seperti Dewan SDA dan TKPSDA ini sangat baik, karena dalam pengelolaan SDA inilah wadah koordinasi dimana unsur pemerintah dan non-pemerintah berada dalam forum yang diatur dalam peraturan perundangan Negara. Hal ini sangat baik” kata Ir.Teuku Muhammad Zulfikar, M.P, Mantan Direktur Eksekutif Walhi Aceh yang juga Anggota Dewan SDA Aceh.
Namun, menurut Zulfikar, ke depan, baik Dewan SDA dan TKPSDA juga fokus pada pemantauan program kegiatan yang sudah dirumuskan dan dijalankan oleh dinas terkait.
“Jadi kita bisa terus memantau perkembangannya. Misalnya sudah berapa persen lahan kritis pada DAS tertentu diperbaiki, sudah berapa kilometer tanggul sungai atau saluran irigasi yang rusak diperbaiki?. Selain itu anggota TKPSDA harusnya juga orang yang paham kondisi lapangan wilayah sungainya agar bisa memberikan masukan yang baik” tambah Zulfikar.
Sedangkan Ir. Anggria Zultina Rosa, MM, Kepala Bidang Konservasi Sumber Daya Alam Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL), yang juga merupakan anggota Dewan SDA Aceh mengatakan forum koordinasi ini membuat hubungan antar instansi dan birokrasi lebih cair.
“Dengan forum ini, informasi dan koordinasi jadi lebih cepat, jadi jika ada masalah pun penanganannya bisa lebih cepat. Bayangkan kalau dulu, semuanya harus menggunakan surat formal yang perlu waktu proses. Sekarang kalau harus rapat, kita bisa langsung kontak dan bertemu, surat menyusul belakangan. Hal ini mempercepat penanganan masalah” kata Anggria.
Menurut Hidayat, tantangan dan peluang terbesar adalah bagaimana mensinergikan dan membuat sinkron perencanaan dalam Pola dan Rencana dengan RPJM Provinsi Aceh.
“Jika koordinasi seperti Dewan SDA dan TKPSDA ini berjalan dengan baik, bayangkan manfaatnya dalam pembangunan SDA provinsi seperti apa? Ada belasan lembaga terlibat di dalamnya dan merumuskan program dan kegiatan. Setidaknya separuh dari program pembangunan SDA provinsi sudah dirumuskan bersama, Hal ini jika bisa masuk ke dalam RPJM dan dilaksanakan, hasilnya tentu akan luar biasa” kata Hidayat.
Hidayat lantas menambahkan
“Ini masih tahun-tahun awal, sehingga kita semua masih perlu proses untuk mencari bentuk dan membuktikan bahwa wadah koordinasi ini memiliki nilai tambah. Jika Dewan SDA dan TKPSDA sudah berjalan maksimal, kontribusinya untuk pembangunan SDA akan sangat besar yang tentunya akan sangat bermanfaat bagi kita semua”
Teks dan foto: Diella Dachlan
Artikel Terkait:
Empat Tahun Pelaksanaan Kegiatan Dewan Sumber Daya Air Aceh
Tentang Pengembangan Kapasitas Pengelolaan SDA di Aceh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar