Kamis, 26 Maret 2015

(ARTIKEL) Rekomendasi Untuk Meningkatkan Kualitas Dokumen Pola dan Rencana



Oleh:
Nico Darismanto,  Institutional Development Specialist, CDTA 7849-INO


Pola menjadi kerangka dasar di dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan pengelolaan sumber daya air (PSDA) terpadu, yaitu untuk bidang kegiatan konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air. Sedangkan Rencana merupakan hasil perencanaan menyeluruh dan terpadu di dalam penyelenggaraan pengelolaan SDA. Namun, berdasarkan temuan di lapangan, proses penyusunan dokumen Pola dan Rencana dalam PSDA ini masih banyak yang kurang memadai dengan kualitas hasil yang seringkali jauh dari maksimal.

Permasalahan yang sering ditemui antara lain sebagai berikut.



  1. Lemahnya identifikasi potensi dan permasalahan, pemahaman kondisi lapangan dan akurasi data. Identifikasi potensi, permasalahan serta kondisi lingkungan di wilayah sungai terkait dapat diperoleh dari instansi, pakar, lembaga perguruan tinggi, tokoh masyarakat, LSM, lembaga masyarakat adat dan instansi terkait dalam pengelolaan SDA. Selain itu juga melalui observasi langsung di lapangan. Kualitas identifikasi, pengumpulan data informasi akurat serta observasi ini akan membantu meningkatnya kualitas dokumen yang disusun.

    Namun, sebagian besar konsultan penyusun Pola/Rencana tidak berkantor/berada di lokasi daerah wilayah sungai terkait dan kurang memahami kondisi lapangan. Hal ini menyebabkan rendahnya kualitas dan akurasi data yang diperoleh serta rendahnya pemahaman akan realita dan permasalahan yang terjadi di lapangan, yang mengakibatkan rendahnya kualitas dokumen yang disusun.


  2. Menggunakan data sekunder dari sumber yang kurang kredibel. Seringkali, dalam melakukan inventarisasi data,  konsultan mendapatkan data dari sumber-sumber lainnya dan tidak memperoleh langsung dari sumber instansi terkait. Institusi terkait dalam penyusunan dokumen Pola/Rencana, misalnya seperti Bappeda, Bapedalda, Dinas pertanian, dinas kehutanan, dinas perkebunan, dinas perikanan dan dinas pertambangan serta dinas terkait lainnya yang membidangi SDA di tingkat provinsi, kabupaten dan kota.

  3. Belum maksimalnya keterlibatan para pemangku kepentingan dari unsur pemerintah, swasta dan masyarakat dalam proses penyusunan Pola sebagai alat (tool) strategis untuk mewujudkan Keterpaduan Pengelolaan Sumber Daya Air (IWRM).


  4. Keterbatasan biaya dan waktu untuk mengadakan pertemuan konsultasi dan pembahasan bersama para pemangku kepentingan, seringkali membuat pembahasan dokumen kurang fokus dan tajam, malah cenderung seadanya. Hal ini karena belum memaksimalkan keberadaan teknologi informasi penunjang seperti website untuk menampung hasil pembahasan (DRAFT) Pola/Rencana agar dapat dilihat publik untuk mendapatkan masukan berupa sanggahan atau revisi. Baik website dan mekanisme untuk menampung aspirasi melalui jalur daring (online) ini belum ada di tingkat Balai/Besar Wilayah Sungai atau Dinas SDA Provinsi.


  5. Formalitas dan “stigma tukang stempel”. Masih ada stigma yang beredar luas menganggap dokumen Pola/Rencana PSDA hanya merupakan milik Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (B/BWS dan Dinas SDA) dan bukan seluruh pemangku kepentingan terkait. Sedangkan keberadaan TKPSDA masih dianggap sebagai “tukang stempel” dokumen melalui formalitas pembahasan. Hal ini membutuhkan strategi untuk meningkatkan keterlibatan dan rasa kepemilikan atas proses dan hasil penyusunan dokumen Pola/Rencana.
Saran dan Rekomendasi:
 

  1. BBWS/BWS/Dinas SDA sebagai pemberi tugas agar dapat mampu mengarahkan dan mengajak serta mendorong keterlibatan instansi pemerintah, swasta dan masyarakat. Upaya minimal di tingkat pemerintah, misalnya untuk memastikan keterlibatan adalah konsultan penyusun dapat menyediakan blanko Pola/Rencana dimana data dan analisisnya harus mendapatkan persetujuan (endorsement) dari masing-masing instansi pemerintah.


  2. BBWS/BWS/Dinas SDA, terutama pucuk pimpinan harus mampu melibatkan seluruh staf penanggungjawab terkait di institusi yang dipimpinnya untuk membantu mengarahkan dan mengawasi dengan ketat proses penyusunan serta kualitas dokumen yang dihasilkan.


  3. Pucuk pimpinan instansi terkait harus mulai mengkondisikan secara terus menerus agar rancangan Pola/Rencana jangka pendek (5 tahunan) masuk dalam rencana strategis (Renstra) SDA. Demikian pula untuk rencana pembangunan jangka menengah dan Jangka panjang.


  4. BBWS/BWS/Ditjen SDA sebagai pemberi tugas harus mampu memberikan arahan, menguasai isi Pola/Rencana PSDA serta mampu menjelaskan proses penyusunan pola terpadu kepada Tim Teknis sebelum ditetapkan oleh Menteri/Gubernur sesuai dengan kewenangannya.


  5. Idealnya, kegiatan Pertemuan Konsultasi Masyarakat (PKM) 1 dan 2 harus dilakukan secara berjenjang di tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi sebagaimana proses dalam Musrenbang, dengan menggunakan metode Focus Group Discussion (FGD).

    Pemberi tugas (BBWS/Balai) harus melakukan pengawalan proses kegiatan ini atau meminta bukti pada konsultan untuk mampu menunjukkan proses PKM secara berjenjang. Realita yang terjadi adalah pihak konsultan tidak bersedia melakukan PKM secara berjenjang dengan alasan keterbatasan atau tidak ada di dalam kontrak kerja.


  6. BBWS/BWS/Dinas SDA dan konsultan dapat membantu meningkatkan pemahaman TKPSDA WS terhadap peraturan per-undang-undangan SDA, prinsip-prinsip perencanaan wilayah sungai, pola dan/atau rencana pengelolaan SDA WS. Sebelum TKPSDA melakukan pembahasan untuk rumusan Pola/Rencana, minimal melakukan tiga kali pertemuan sebagaimana konsep juklak pemmbahasan dan rumusan draft Pola/Rencana oleh TKPSDA yang telah disusun oleh Subdit Kelembagaan, Dit BPSDA.


  7. Sebaiknya pemberi tugas yang berwenang dapat mengumumkan secara terbuka draft Pola/Rencana melalui website atau media informasi lainnya, serta membuat mekanisme penampungan aspirasi secara sederhana (melalui surat, email, pertemuan) untuk mendapatkan umpan  balik dari publik dalam batas waktu tertentu.

  8. Dokumen Pola/Rencana yang sudah final sebaiknya diumumkan di publik secara terbuka melalui website dan disebarkan kepada instansi terkait atau pihak yang memerlukan.

Apabila proses penyusunan pola dan/atau rencana pengelolaan SDA dapat diperbaiki sesuai saran tersebut maka kualitas pola dan/atau rencana akan meningkat dan memberikan kontribusi terwujudnya pengelolaan sumber daya air terpadu (IWRM).